Perwirasatu.co.id-Garut-Salah seorang warga Kabupaten Garut melaporkan salah satu Jaksa di Kejaksaan Negeri Kabupaten Garut ke Polres Garut, Senin malam (11/08/2025). Warga yang juga berprofesi sebagai advokasi ini melaporkan Jaksa lantaran diduga memberikan keterangan palsu dibawah sumpah pada sidang Praperadilan terkait terbitnya SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) yang digelar di Pengadilan Negeri Garut pada bulan Februari 2025 lalu.
"Benar, kami telah melaporkan salah satu Jaksa yang pernah menjadi saksi pada persidangan Praperadilan di ruang sidang Kartika Pengadilan Negeri Garut dengan nomor perkara: 1/Pid.Pra/2024/PN Grt," kata Asep Muhidin, S.H., M.H kepada media, Rabu (13/08/2025).
Asep menjelaskan, Jaksa ini memberikan keterangan dibawah sumpah terkait adanya kerugian menurut perhitungan internalnya yakni Kejaksaan Negeri Garut, pada kasus dugaan korupsi dana BOP Pimpinan DPRD adalah Rp40 milyar dan dana Pokir Rp140 Milyar.
"Bahkan, saksi Jaksa yang juga penyidiknya mengaku mengetahui cara korupsi oknum anggota DPRD tersebut dengan cara mengurangi kualitas," ujarnya.
Asep menegaskan, sesuai dengan surat tanda penerimaan lapor nomor: LP/B/376/VIII/2025/SPKT/POLRES GARUT/POLDA JAWA BARAT tanggal 11 Agustus 2025, Pasal yang disangkakan kepada saksi Jaksa tersebut yaitu Pasal 242 ayat (1), Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang telah beberapa kali diubah (Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang tindak pidana sumpah palsu dan keterangan palsu.
"Pasal ini menjelaskan bahwa seseorang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, baik secara lisan maupun tulisan, dapat diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun," terang Asep Muhidin.
Selain itu, tambah Asep, karena yang dilaporkan adalah Jaksa aktif bahkan menduduki posisi pada Tindak Pidana Khusus (Pidsus), maka ketentuan Pasal 242 ayat (3) nantinya wajib ditambahkan yaitu pidana pencabutan hak berdasarkan Pasal 35 No. 1 - 4 dapat dijatuhkan oleh Hakim nantinya.
"Dari rumusan pasal 242 KUHP ini, ada unsur objektif yang harus terpenuhi, diantaranya Undang-undang menentukan agar memberikan keterangan di atas sumpah lalu perbuatan yaitu memberikan keterangan di atas sumpah, objek yaitu keterangan palsu dengan lisan atau tulisan. Lalu unsur subjektifnya harus kesalahan dengan sengaja, terlebih ada mensrea," ungkapnya.
Asep mengaku percaya bahwa Polisi akan bekerja secara professional. Asep juga menjelaskan, baru pertama terjadi di Kabupaten Garut ada masyarakat yang bersaksi dianggap memberikan keterangan palsu dibawah sumpah lalu dilaporkan oleh kejaksaan ke Polres Garut.
"Nah kami pun sama melaporkan Jaksa yang bersaksi dan memberikan keterangan atau kesaksian palsu diruang persidangan. Bukan hanya Kejaksaan yang berani melaporkan dugaan tindak pidana ke Polisi, kami juga sebagai masyarakat memiliki hak untuk meminta keadilan kepada polisi," tandasnya.
Asep berharap, pelaporan yang ia sampaikan agar dilakukan secara transfaran, jangan sampai nanti bersembunyi kalau memanggil dan memeriksa Jaksa harus ada izin tertulis dari jaksa Agung.
"Segera proses agar kasus ini dapat bersamaan dan membuka kebenaran yang sebenar-benarnya, siapa yang dirugikan dari keterangan yang masing-masing dianggap Palsu ini," tegasnya.
Asep menambahkan, kalau penanganan kasus dugaan korupsi pada dana BOP Pimpinan DPRD Garut dan Reses DPRD Garut periode 2014-2019 yang oleh Kepala Kejaksaan Negeri Garut saat itu diamanahkan kepada Neva Sari Susanti sudah menyampaikan hasil perhitungan internalnya, bahwa ada potensi kerugian mencapai Rp 1,2 Milyar, tapi penyidiknya bilang ada potensi kerugian mencapai Rp. 40 Milyar dan Rp. 180 Milyar.
"Dari dua keterangan yaitu Kajari Garut terdahulu dan Jaksa yang menjadi saksi di praperdilan mana yang bener? Munculnya SP3 kan membuat masyarakat Garut merasa aneh dan curiga. Seharusnya Kejaksaan Negeri Garut memberikan penjelasan yang untuh kepada masyarakat secara terbuka, bukan malah menyerang masyarakat yang kritis dengan menggunakan kekuasaan jabatan selaku dominus litis. Lalu dicari-cari kesalahan masyarakat yang kritis itu," pungkasnya.
(Red)
Tulis Komentar