Perwirasatu.co.id-Pekanbaru– Program Universal Health Coverage (UHC) atau layanan berobat gratis menggunakan KTP Pekanbaru, yang dijalankan saat Muflihun SSTP MAP menjabat sebagai Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, kembali menjadi perbincangan hangat. Rumor yang mencuat menyebut program ini bukan inisiatif Muflihun, melainkan kebijakan nasional yang sudah ada sejak lama.
Isu ini mencuat dalam Debat Terbuka Pertama Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Pekanbaru beberapa waktu lalu. Menanggapi sentilan salah satu kontestan, Calon Wakil Wali Kota nomor urut 1, Ade Hartati Rahmat MPd, merasa perlu memberikan klarifikasi untuk meluruskan pemahaman masyarakat,
“Mereka yang mengatakan itu tidak memahami tata kelola pemerintahan. Jika tidak mengerti, maka belum layak menjadi calon kepala daerah,” tegas Ade saat kampanye dialogis.
Ade menjelaskan bahwa keberhasilan UHC di Pekanbaru adalah bukti nyata komitmen Muflihun menghadirkan negara di tengah masyarakat. Ia menegaskan, meskipun program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah inisiatif pemerintah pusat, implementasinya di tingkat daerah membutuhkan kebijakan dan komitmen khusus dari pemerintah daerah.
Proses dan Tantangan Realisasi UHC di Pekanbaru.
Menurut Ade, keberhasilan program UHC tidak hanya bergantung pada kucuran anggaran dari pemerintah pusat. Diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota,
“Pemerintah pusat memang menyediakan anggaran, tetapi jika pemerintah provinsi tidak peduli, dana itu tidak akan turun. Begitu pula di tingkat kota atau kabupaten,” ungkap Ade.
Ia menyoroti bahwa program seperti UHC dapat saja gagal jika prioritas anggaran dialihkan ke proyek lain yang dianggap kurang mendesak. Ade mencontohkan bagaimana fokus pada proyek semenisasi di daerah dapat mengorbankan kebutuhan mendasar masyarakat, bahkan memperburuk masalah seperti banjir.
“Contohnya, ada yang lebih memilih semenisasi. Padahal, semenisasi yang berlebihan justru menjadi salah satu penyebab banjir karena mengurangi area resapan air,” kritiknya.
Menghapus Hambatan untuk Layanan Kesehatan Gratis.
Ade juga memaparkan bahwa sebelum Muflihun menjabat, banyak masyarakat Pekanbaru yang masih kesulitan mengakses layanan kesehatan gratis. Langkah pertama Muflihun sebagai Pj Wali Kota adalah memastikan pembayaran iuran BPJS masyarakat melalui APBD Kota Pekanbaru.
“Ketika itu, masyarakat cukup menunjukkan KTP untuk berobat. Itu adalah komitmen nyata Pak Muflihun dalam menjalankan tanggung jawab pemerintah untuk melayani masyarakat,” jelas Ade.
Namun, Ade mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kondisi saat ini. Setelah masa jabatan Muflihun berakhir, sejumlah rumah sakit mulai menolak pasien yang hanya membawa KTP.
“Warga bercerita, saat masa Pak Muflihun, mereka masih bisa berobat di Rumah Sakit Awal Bros dengan menunjukkan KTP. Tapi sekarang, layanan itu mulai dihentikan,” ungkapnya.
Ade menegaskan, tidak seharusnya ada rumah sakit yang menolak pasien. Namun, jika pemerintah abai, dampaknya akan langsung dirasakan masyarakat kecil.
Ajakan Memilih Pemimpin Terbukti.
Dalam kesempatan itu, Ade juga mengajak masyarakat untuk memilih pemimpin yang memiliki rekam jejak jelas dan terbukti mampu mengurus rakyatnya.
“Saya mengajak seluruh tokoh masyarakat, alim ulama, dan cerdik pandai untuk menyampaikan kepada masyarakat. Pada 27 November nanti, pilihlah pemimpin yang telah terbukti dan teruji dalam melayani kita,” tuturnya.
Ade optimis, pengalaman Muflihun dalam pemerintahan dan komitmennya pada kebutuhan dasar masyarakat akan menjadi alasan kuat bagi masyarakat Pekanbaru untuk mempercayakan masa depan kota ini di tangannya.
“Berpolitiklah dengan cerdas. Pilih pemimpin yang menghadirkan solusi nyata, bukan janji tanpa bukti,” pungkas Ade.
Dengan komitmen untuk terus memperjuangkan layanan kesehatan gratis bagi masyarakat Pekanbaru, Ade Hartati meyakini bahwa program UHC adalah bukti nyata dari kepedulian seorang pemimpin yang hadir untuk rakyatnya.
(Tim Liputan)
Tulis Komentar