Edukasi Tentang Penanganan Kejahatan Narkotika: Antara Penegakan Hukum dan Pendekatan Rehabilitasi

$rows[judul]

Perwirasatu.co.id-Jakarta - Dalam upaya memerangi penyalahgunaan narkotika di Indonesia, terdapat perbedaan mendasar antara penegakan hukum terhadap pengedar narkotika dan penanganan terhadap pengguna narkotika untuk diri sendiri. Hal ini disampaikan oleh Dr. Anang Iskandar, SIK, SH, MH, seorang ahli hukum narkotika, yang menegaskan bahwa kejahatan narkotika terbagi dalam dua kategori utama, yaitu kejahatan kepemilikan narkotika untuk tujuan diperjualbelikan dan kejahatan kepemilikan narkotika untuk diri sendiri. (13/10/24).

Kejahatan Narkotika untuk Diperjualbelikan.

Dr. Anang menjelaskan bahwa kejahatan narkotika yang melibatkan kepemilikan untuk tujuan perdagangan merupakan kejahatan serius yang berdampak luas pada masyarakat. Pelaku dalam kategori ini sering kali menjadi bagian dari jaringan peredaran narkotika, yang merusak generasi muda dan menimbulkan banyak masalah sosial dan kesehatan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pelaku yang terlibat dalam perdagangan narkotika dibagi menjadi beberapa kategori:

1. Penyedia Narkotika: Mereka yang menyediakan narkotika untuk dijual kepada orang lain (Pasal 111, 112, 117, 122).

2. Produsen, Importir, dan Eksportir Narkotika: Orang yang memproduksi, mengimpor, atau mengekspor narkotika dalam jumlah besar (Pasal 113, 118, 123).

3. Pedagang Perantara: Mereka yang berperan sebagai perantara dalam transaksi narkotika (Pasal 114, 119, 124).

4. Transporter: Orang yang bertanggung jawab mengangkut narkotika dari satu tempat ke tempat lain (Pasal 115, 120, 125).

5. Kepemilikan untuk Memaksa Orang Lain: Orang yang memiliki narkotika dengan tujuan untuk memaksa orang lain menggunakannya (Pasal 116, 121, 126).

Bagi pelaku dalam kategori ini, ancaman hukuman penjara yang berat diperlukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya narkotika. Perdagangan narkotika dianggap sebagai kejahatan berat karena mereka yang terlibat berkontribusi langsung terhadap penyebaran zat yang berbahaya dan dapat menghancurkan kehidupan banyak orang.

Kejahatan Narkotika bagi Pengguna Diri Sendiri.

Berbeda dengan pelaku perdagangan narkotika, pengguna narkotika untuk konsumsi pribadi harus diperlakukan dengan pendekatan yang berbeda. Dr. Anang menekankan bahwa pengguna narkotika untuk diri sendiri tidak boleh disamakan dengan pengedar atau pelaku kriminal yang lebih berat. Menurut Pasal 127 Ayat 1 UU No. 35 Tahun 2009, penyalah guna narkotika bagi diri sendiri hanya diancam dengan satu pasal khusus yang mengatur tentang hukuman rehabilitasi, bukan penjara.

Hakim dalam kasus ini diwajibkan untuk memperhatikan riwayat penggunaan narkotika dan kondisi ketergantungan pengguna, sesuai dengan Pasal 127 Ayat 2. Jika terbukti bahwa pelaku adalah pecandu yang menggunakan narkotika untuk konsumsi pribadi, maka hakim harus memerintahkan hukuman rehabilitasi, bukan hukuman penjara.

Peran Penting Rehabilitasi dalam Penanganan Kasus Pengguna Narkotika.

Dr. Anang menyoroti pentingnya rehabilitasi sebagai solusi bagi pengguna narkotika. Berdasarkan Pasal 103 UU Narkotika, hakim memiliki kewenangan untuk memutuskan agar pengguna narkotika yang tergolong pecandu mendapatkan perawatan rehabilitasi. Rehabilitasi adalah pendekatan yang lebih manusiawi dan efektif dalam membantu pengguna narkotika pulih dari ketergantungan, daripada hanya menghukum mereka dengan penjara yang tidak menyelesaikan akar permasalahan.

Pendekatan rehabilitasi juga diharapkan dapat mencegah pengguna narkotika kembali terjerumus dalam lingkaran penyalahgunaan narkotika setelah mereka menjalani hukuman. Dengan perawatan medis dan psikologis yang tepat, pengguna narkotika memiliki kesempatan untuk kembali ke masyarakat sebagai individu yang sehat dan produktif.

Kasus Selebriti: Pelajaran bagi Penegakan Hukum.

Dr. Anang Iskandar menyoroti beberapa kasus selebriti Indonesia yang menjadi contoh bagaimana proses hukum sering kali tidak memisahkan secara jelas antara pengguna narkotika untuk diri sendiri dan pengedar narkotika. Kasus Ammar Zoni, Ibra Ashari, dan Rio Reifan, yang telah berulang kali dipenjara karena kepemilikan narkotika dalam jumlah terbatas untuk konsumsi pribadi, menunjukkan bahwa mereka seharusnya lebih tepat mendapatkan hukuman rehabilitasi.

Fakta bahwa mereka dipenjara berkali-kali menandakan bahwa pendekatan penegakan hukum yang salah diterapkan pada mereka. Menurut Dr. Anang, ketiga artis tersebut tergolong sebagai pengguna narkotika bagi diri sendiri dan seharusnya menjalani rehabilitasi, bukan hukuman penjara.

Pernyataan Resmi M. Ridho, Dewan Perwakilan Pusat Forum Reporter dan Jurnalis Republik Indonesia (FRJRI) / Sekjend media pimpinan cyber aktivis indonesia.

"Sebagai bagian dari upaya memerangi kejahatan narkotika di Indonesia, kita harus lebih peka dalam membedakan antara pengedar narkotika dan pengguna untuk diri sendiri. Pengedar narkotika, yang menebarkan racun ini di masyarakat, harus dihukum berat dan dijauhkan dari masyarakat. Namun, bagi mereka yang terjebak dalam penyalahgunaan narkotika untuk diri sendiri, pendekatan yang lebih manusiawi harus diterapkan, yaitu melalui rehabilitasi.

Rehabilitasi adalah kunci dalam mengembalikan individu ke jalur yang benar, memberikan mereka kesempatan untuk pulih, bukan menghukum mereka tanpa solusi. Sayangnya, kita masih sering melihat pengguna narkotika yang seharusnya direhabilitasi malah dipenjara, seperti yang terjadi dalam beberapa kasus selebriti. Ini adalah bukti nyata bahwa sistem kita perlu lebih menegakkan ketentuan yang ada, khususnya Pasal 127 UU No. 35 Tahun 2009.

Saya mendesak para penegak hukum untuk lebih berhati-hati dalam menerapkan hukum narkotika, terutama terkait dengan pengguna untuk diri sendiri. Hakim harus melihat kondisi ketergantungan pengguna, dan menjatuhkan putusan rehabilitatif sesuai mandat undang-undang. Jangan biarkan ketidakadilan hukum mencoreng wajah penegakan hukum di negara ini.

FRJRI & ALIANSI MEDIA PIMPINAN CYBER AKTIVIS INDONESIA.

akan terus mendukung setiap langkah yang menjunjung pendekatan yang lebih adil, manusiawi, dan mendidik dalam penanganan kasus narkotika di Indonesia. Bersama, kita bisa membangun masyarakat yang lebih kuat dan lebih sadar akan bahaya narkotika, sekaligus mendukung mereka yang membutuhkan bantuan untuk keluar dari jeratan ketergantungan.

Kesimpulan: Edukasi Masyarakat Tentang Penanganan Kejahatan Narkotika.

Masyarakat perlu diberi pemahaman yang lebih jelas mengenai perbedaan antara pelaku kejahatan narkotika yang memperdagangkan narkotika dan mereka yang menggunakannya untuk diri sendiri. Pengguna narkotika tidak selalu harus diperlakukan sebagai kriminal yang harus dipenjara. Mereka sering kali adalah korban ketergantungan yang membutuhkan perawatan medis dan rehabilitasi untuk pulih.

Dengan pendekatan yang lebih berimbang, yaitu penegakan hukum yang tegas terhadap pengedar dan pendekatan rehabilitatif bagi pengguna narkotika, Indonesia dapat lebih efektif dalam memerangi penyalahgunaan narkotika. Edukasi publik yang tepat juga diharapkan dapat mengurangi stigma terhadap pengguna narkotika dan mendorong masyarakat untuk mendukung upaya rehabilitasi sebagai solusi yang lebih manusiawi.

Sumber Referensi dan Undang-Undang Terkait:

UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Dr. Anang Iskandar, SIK, SH, MH, Ahli Hukum Narkotika.

Rilisan ini disusun untuk memberikan pandangan berimbang dalam menangani kejahatan narkotika dan mendorong pendekatan yang lebih adil dan manusiawi bagi pengguna narkotika di Indonesia.

Salam Hormat Satu Pena,

DPP Forum Reporter dan Jurnalis Republik Indonesia (FRJRI) /  Aliansi Sekjend Pimpinan media cyber aktivis indonesia.

M. Ridho detektif

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)