Perwirasatu.co.id-NTT- Advokat papan atas Herry F.F Battileo,SH,.MH bersama Tim Yusak Langga, SH, menempuh praperadilan terkait penetapan tersangka kliennya oleh penyidik Polda Nusa Tenggara Timur.
Menurut Harry, prosedur dalam penetapan tersangka dinilai tidak sempurna namun kejaksaan menerimanya sebagai suatu perkara persidangan.
"Pemberitahuan dari penyidik Polda akan tahap dua penyerahan klien kami kepada kejaksaan," kata Harry.
Praktisi bela diri Kempo ini mengibaratkan penetapan tersangka kliennya bagai kue yang masih sangat belum matang namun seakan dipaksakan untuk harus dicicipi.
Ditambahkan Herry, merujuk Putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan bahwa jika tersangka tidak didampingi penasihat hukum sejak penyidikan, maka tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima. Karena hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 56 KUHAP yang menyatakan bahwa para terdakwa berhak mendapatkan penasehat hukum secara cuma- cuma.
Lebih lanjut, Harry mengatakan, ketentuan terkait penasehat hukum dalam proses hukum, hakim wajib menunjuk penasehat hukum untuk terdakwa, meskipun terdakwa menolak.
"Hakim harus membuat penetapan penunjukan penasehat hukum dan melampirkannya di berita acara persidangan," ungkap Herry yang juga ketua DPW Media Online Indonesia( MOI ) NTT ini.
Tersangka atau terdakwa, tambah Herry, wajib didampingi penasehat hukum jika diancam hukuman mati atau pidana penjara di atas lima tahun.
"Seseorang berhak mendapatkan bantuan hukum sejak penyidikan sampai dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Saksi atau terperiksa juga berhak didampingi penasihat hukum saat pemeriksaan dalam proses perkara pidana," imbuhnya.
Herry memaparkan, putusan MA dapat dilihat secara online di Direktori Putusan MA RI. Kendati dalam KUHAP tidak diatur tentang akibat hukum terhadap proses persidangan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana ketentuan Pasal 56 KUHAP, ada beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung yang dapat dijadikan rujukan mengenai hal ini, yaitu, Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1565 K/Pid/1991 tertanggal 16 September 1993 yang pada pokoknya menyatakan "apabila syarat-syarat penyidikan tidak dipenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk penasihat hukum bagi Tersangka sejak awal penyidikan, maka tuntutan penuntat umum dinyatakan tidak dapat diterima." Dan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 367 K/Pid/1998 tertanggal 29 Mei 1998 yang pada pokoknya menyatakan "bahwa bila terdakwa tak didampingi oleh penasihat hukum di tingkat penyidikan maka bertentangan dengan Pasal 56 KUHAP, hingga Berita Acara Penyidikan dan dakwaan penuntut umum batal demi hukum dan karenanya tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima, walaupun pemeriksaan di sidang pengadilan di dampingi penasihat hukum.
Juga dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 545 K/Pid.Sus/2011 yang pada pokoknya menyatakan "bahwa selama pemeriksaan Terdakwa tidak didampingi oleh Penasehat Hukum, sedangkan Berita Acara Penggeledahan dan Pernyataan tanggal 15 Desember 2009 ternyata telah dibuat oleh pejabat yang tidak melakukan tindakan tersebut namun oleh petugas yang lain: dengan demikian Berita Acura Pemeriksaan Terdakwa, Berita Acara Penggeledahan tidak sah dan cacat hukum sehingga surat Dakwaan Jaksa yang dibuat atas dasar Berita Acara tersebut menjadi tidak sah dan cacat hukum pula.
Dengan demikian menurut Herry juga sebagai Ketua DPD Serikat Perusahaan Pers ( SPS ) Provinsi NTT Dari ketiga yurisprudensi tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan dan ditafsirkan apabila Hakim tidak menjalankan kewajibannya untuk menunjuk penasehat hukum bagi terdakwa sebagaimana dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP maka bisa berakibat dapat dibatalkannya putusan tersebut dan dalam persidangan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana ketentuan Pasal 56 KUHAP, ada beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung yang dapat dijadikan rujukan mengenai hal ini, yaitu:
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1565 K/Pid/1991 tertanggal 16 September 1993 yang pada pokoknya menyatakan "apabila syarat-syarat penyidikan tidak dipenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk penasihat hukum bagi Tersangka sejak awal penyidikan, maka tuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima.
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 367 K/Pid/1998 tertanggal 29 Mei 1998 yang pada pokoknya menyatakan "bahwa bila terdakwa tak didampingi oleh penasihat hukum di tingkat penyidikan maka bertentangan dengan Pasal 56 KUHAP, hingga Berita Acara Penyidikan dan dakwaan penuntut umum batal demi hukum dan karenanya tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima, walaupun pemeriksaan di sidang pengadilan di dampingi penasihat hukum.
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 545 K/Pid.Sus/2011 yang pada pokoknya menyatakan "bahwa selama pemeriksaan Terdakwa tidak didampingi oleh Penasehat Hukum, sedangkan Berita Acara Penggeledahan dan Pernyataan tanggal 15 Desember 2009 ternyata telah dibuat oleh pejabat yang tidak melakukan tindakan tersebut namun oleh petugas yang lain; dengan demikian Berita Acara Pemeriksaan Terdakwa, Berita Acara Penggeledahan tidak sah dan cacat hukum sehingga surat Dakwaan Jaksa yang dibuat atas dasar Berita Acara tersebut menjadi tidak sah dan cacat hukum pula.
Dari ketiga yurisprudensi tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan dan ditafsirkan bahwasanya apabila Hakim tidak menjalankan kewajibannya untuk menunjuk penasehat hukum bagi terdakwa sebagaimana dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP maka bisa berakibat dapat dibatalkannya putusan.
(Red)
Tulis Komentar