Perwirasatu.co.id-Jakarta-Hasil kajian dan analisa Lira Institute (Lembaga Kajian, Politik, Ekonomi, Sosial dan Demokrasi) menyebutkan fonamena Anies Baswedan yang mengusung jargon perubahan, bisa seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres tahun 2004.
Hasil kajian dan analisa Lira Institute tersebut disampaikan HM. Jusuf Rizal, Pendiri dan Sekaligus Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) Periode 2022-2027 kepada media di Jakarta, sehubungan dengan memanasnya suhu politik menjelang Pilpres 2024.
Lira Institute yang merupakan Lembaga Otonom LSM LIRA, pada periode pemerintahan Susilo Bsmbang Yudoyono (SBY)-HM. Jusuf Kalla (JK) aktif melakukan kajian, analisa dan survey terhadap kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan SBY-JK.
Kini dalam tahun politik menuju Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada Pemilu 2024, Lira Institute kembali melakukan kajian, analisa dan survey politik, demokrasi dan pengawasan guna mendorong Pemilu 2024 yang jurdil dan cerdas.
Menurut Jusuf Rizal, Ketua Relawan Jokowi-Amin The President Center pada Pilpres 2019, fonamena Anies Baswedan bisa sama seperti zaman SBY-JK pada Pilpres 2004. Dikeroyok rame-rame partai politik kaya, namun masyarakat menginginkan perubahan.
“Jadi fonamena SBY-JK tahun 2004 bisa terjadi pada Anies Baswedan di Pemilu 2024. Ini bisa terlihat dari dukungan arus bawah yang menginginkan perubahan pada pengelolaan bangsa ini,” tegas Jusuf Rizal, pria berdarah Madura-Batak keluarga ABRI itu.
Dikatakan pada Pemilu 2004, kekuatan politik SBY-JK saat itu boleh dibilang kecil. Tapi karena faktor didholimi oleh Taufik Keimas, tokoh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menyebut SBY seperti anak TK mampu mengubah konstelasi politik.
Padahal saat itu pasangan Megawati-Hasyim memiliki dukungan Power Full, mulai kekuasaan, TNI, Polri, jaringan usaha BUMN maupun swasta. Secara logika diatas kertas, SBY-JK mustinya kalah. Namun karena didholimi dan keinginan kuat rakyat yang ingin perubahan, akhirnya SBY-JK menang 63%.
“Jadi jika ada cara-cara kotor yang mendholimi Anies Baswedan, seperti fitnah, bully maupun gerakan politik menghambat, itu bisa jadi backfire bagi kandidat Capres lain. Dukungan pada Anies bukan melemah, tapi makin kuat,” tegas Jusuf Rizal yang dulu jadi Direktur Blora Center (Tim Relawan di ring satu SBY-JK).
Selain itu tentu Anies Baswedan harus melakukan seperti yang dilakukan SBY-JK dengan melakukan gerakan operasi senyap menggempur basis-basis suara kuat diakar rumput. Padahal saat itu, hampir semua media mainstream, mendukung Megawati-Hasyim karena disokong logistik yang tidak sedikit.
Jadi adanya fonamena perubahan itu, jika Pilpres dilaksanakan saat ini (2023) kemungkinan Anies Baswedan menang diatas 60% bisa terjadi. Tapi jika ada konstelasi politik baru, bisa berubah dan itu juga sangat tergantung pasangan Cawapres yang digandeng Anies Baswedan.
Karena itu, jika Koalisi Perubahan ingin memenangkan Anies Baswedan harus solid dan tidak ribut urusan Cawapres. Cari yang memiliki potensi menaikkan suara dan elektabilitas. Sebab jika Koalisi Perubahan ribut di dalam urusan Cawapres ini akan jadi bumerang.
Sebaliknya Capres lain seperti Ganjar Prabowo dan Prabowo Subianto harus memiliki strategi yang kreatif dalam rangka mempengaruhi pemilih mesti didukung para pemodal. Sebab jika dibilik suara yang tau hanya pemilih dan Tuhan.
“Tapi para kandidat Capres 2024 diuntungkan oleh Revolusi Industri. Keterbukaan informasi, khususnya media sosial memberikan kontribusi pada transparansi informasi bagi pemilih. Bisa saja diluar mendukung Capres tertentu karena ada logistik, tapi di kotak pemilih bisa terjadi swing voter,” ujar Jusuf Rizal Ketum Paguyuban Loyalis HM. Soeharto itu.
Menurut catatan redaksi LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat), organisasi besutan tangan dingin HM. Jusuf Rizal merupakan satu-satunya LSM dengan Rekor Muri (2009-Sekarang) dengan cabang terbanyak dan terbesar (38 Propinsi dan 514 Kabupaten Kota). LSM LIRA memiliki jaringan luas.
(Tim Liputan)
Tulis Komentar