Perbedaan Hari Lebaran Perlu Disadari Agar Tidak Membuat Perpecahan Dari Kebersamaan & Kerukunan Kita

$rows[judul]

Perwirasatu.co.id-Banten-Idhul Qurban itu untuk mengingat ketaqwaan dan  keikhlasan Nabi Ibrahim terhadap Tuhan, sekalipun harus berkorban untuk menyembelih anaknya, Nabi Ismail. Karena sangat percaya pada Allah SWT yang telah banyak memberi nikmat, rizki serta banyak hal demi dan untuk hidup di dunia, sebagai Khalifah Allah di muka bumi, maka simbol penyembelihan segala bentuk keserakahan, tamak, bakhil dan sebagainya itu patut dikenang umat manusia agar lebih tawadhu - berendah-hati, tidak sombong dan tidak pongah - supaya dapat lebih menghargai sesama manusia yang lain. Itulah sebabnya daging hewan yang disembelih pada hari Raya Qurban, wajib dan patut dibagikan kepada orang lain yang berhak menerima daging hewan kurban itu, bisa kambing boleh juga sapi atau kerbau seperti di kampung kami yang sudah berlangsung secara turun temurun, entah kapan awal mulanya dimulai.

Agaknya, karena berkaitan langsung dengan pengalaman spiritual Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, perayaan hari lebaran Adha dianggap lebih bernilai sakral, sehingga panganan istimewa seperti dodol durian yang khas di Sumatra, Lemang atau sekubal panganan khas yang dibuat dari beras ketan serta wajik yang super manis dan legit. Semua jenis panganan itu dahulu menjadi suguhan yang mesti dicoba oleh semua tamu yang singgah, meski cuma sepotong saja.

Budaya tradisi Hari Raya Haji ini bertepatan pada 28 Juni 2023 sekarang memang  terasa tidak sesakral perayaan lebaran dahulu. Setidaknya pada tahun 1960, gema takbir pun kompak dikumandangkan, hingga pada malam hari menyambut hari Raya Besar ini biasanya meriah dengan pawai obor keliling kampung. Sementara sejak 7 malang terakhir menjelang peringatan hati raya kurban ini di halaman depan rumah sudah dinyalakan api penerang dari batok kelapa yang disusun menjulang menerangi langit. Sebagai simbol penyambutan terhadap Malaikat yang turun ke bumi untuk menjaga manusia yang baik dan taat terhadap Tuhan, agar dapat terhindar dari ruh jahat dan akan menerima banyak rachmat dan hidayah maupun riski kehidupan agar lebih baik dam berbahagia hidup di dunia.

Dari kisah Sang Kakek di masa lalu, kenikmatan dan kebahagiaan di dunia ini tidak seberapa bandingannya jika hendak dibanding dengan kenikmatan dan kebahagiaan kelak di akhirat. Dan untuk menikmati akhirat yang enak harus dimulai dari hidup di dunia dengan baik dan benar. Maka itu sikap iri, dengki dan keburukan lain yang dapat memecah belah kerukunan umat - tak hanya sesama umat Islam saja - seperti selalu membuat beda perayaan hari raya -tak cuma Idul Adha, tapi juga Idul Fitri -- dosa kesalahan yang menciptakan perbedaan perayaan hari raya ini tidak alang kepalang besar dosa tang harus mereka tanggung kelak. 

Bayangkan, jutaan jumlah umat Islam di Indonesia yang ikut kesalahan dari menentukan waktu hari raya ini,   sehingga semua kesalahan yang bisa membatalkan sejumlah presesi waktu ibadah -- dari puasa sebelum maupun sesudah hari raya ini akan menjadi tanggungan mereka yang membuat kebijakan.

Bisa saja kesengajaan dari upaya membuat perbedaan hari raya lebaran ini sekedar kepentingan politik semata, agar umat beragama tidak solid dan tidak kompak, lantaran ketakutan akan kekuatan dalam kebersamaan umat yang justru dianggap dspat menjadi ancaman.

Pilihan terbaik umat Islam untuk mengikuti penetapan hari Raya Haji kali ini -- 1444 Hijriah atau 2023 Masehi -- pun bisa dipilih secara bebas melaksanakan Idul Adha pada hari Rabu atau pada hari Kamis. Karena yang terpenting dari perbedaan hari raya lebaran haji kali ini pun dapat disadari bersama untuk tidak membelah rasa persaudaraan kita sebagai umat beragama, hingga mampu lebih bersikap dewasa untuk tetap menjaga ikatan persaudaraan kita dengan umat beragama lain yang ada di negeri kita ini.


(Tim Liputan)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)