Sriwahyuni Rumbarar Angkat Bicara Terkait Rencana Pemindahan Koleksi Arkeologi Papua

$rows[judul]

Perwirasatu.co.id-Jayapura– Sriwahyuni Rumbarar, S.Ked, seorang aktivis perempuan Papua yang juga menjabat sebagai Sekretaris Perempuan LSM LIRA Papua, menyampaikan tanggapan kritis terkait rencana Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk memindahkan koleksi arkeologi Papua ke Cibinong. Dalam pandangannya, tindakan ini tidak hanya melukai hati masyarakat Papua, tetapi juga berpotensi menghilangkan jejak budaya yang sangat berharga.

"Sebagai putri Papua dan juga seorang aktivis, saya sangat menolak rencana pemindahan koleksi arkeologi Papua oleh BRIN. Langkah ini bukan hanya sekedar pemindahan fisik artefak, tetapi juga mengancam identitas budaya kami yang telah diwariskan dari generasi ke generasi," ujar Sriwahyuni.

Sriwahyuni mendukung pernyataan Enrico Yory Kondologit dan menambahkan, "Biarlah benda-benda arkeologi tetap berada di tempat asalnya. Anak-anak Papua, khususnya pelajar, perlu memiliki kesempatan untuk melakukan kunjungan ke museum-museum lokal. Mereka harus tahu budaya mereka, asal usul benda-benda itu, dan memahami sejarah mereka sendiri.

Menurut Sriwahyuni, upaya untuk memusatkan koleksi di Cibinong dengan alasan efisiensi perawatan dan riset tidak sebanding dengan dampak negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat Papua. "BRIN adalah wadah untuk kepentingan peneliti yang mengejar gelar S2 dan Profesor. Tapi kita di sini dapat apa? Kalau mereka ingin belajar, datang dan belajar di sini. Suruh BRIN buka museum di Papua, jangan bawa artefak keluar. Masa kita yang punya budaya harus ke Cibinong untuk belajar? Itu tidak masuk akal," tegasnya.

Sriwahyuni juga menyoroti bahwa pemindahan koleksi ini dapat dilihat sebagai bentuk neo-kolonialisme. "Ketika artefak-artefak budaya dipindahkan keluar dari Papua, itu mengingatkan kita pada sejarah kelam ketika barang-barang budaya kita dijarah dan dibawa ke luar negeri oleh penjajah. Praktik semacam ini tidak boleh terulang. BRIN harus belajar dari sejarah dan menghormati hak-hak masyarakat Papua," tambahnya.

Sebagai solusi, Sriwahyuni mengusulkan agar pemerintah daerah Papua, bersama dengan BRIN dan institusi terkait, bekerja sama untuk membangun atau memperkuat museum lokal yang bisa menjadi pusat riset dan pelestarian artefak-artefak ini. "Kami di Papua memiliki Museum Universitas Cenderawasih yang siap menjadi wadah pelestarian. Jika ada kekhawatiran soal keamanan atau perawatan, mari kita tingkatkan fasilitas dan manajemen museum tersebut daripada memindahkan artefak-artefak berharga ini keluar dari tanah Papua," sarannya.

Dalam kesimpulannya, Sriwahyuni berharap BRIN segera menghentikan rencana pemindahan ini dan mendengarkan aspirasi masyarakat Papua. "Kami tidak akan diam. Jika BRIN tetap bersikeras, kami siap melakukan aksi protes bersama masyarakat adat, akademisi, dan seluruh elemen masyarakat yang peduli dengan pelestarian budaya Papua. Artefak-artefak ini adalah milik kami, identitas kami, dan masa depan kami," pungkasnya.

Dengan demikian, Sriwahyuni Rumbarar menegaskan bahwa pemindahan koleksi arkeologi Papua bukanlah solusi yang tepat dan mendesak pihak terkait untuk mencari jalan keluar yang lebih menghormati hak dan warisan budaya masyarakat Papua.


(Tim Liputan)

Ada 1 Komentar untuk Berita Ini Tulis Komentar

  1. Sangat mendukung penolakan pemindahan koleksi Arkeologi Papua.
    Demi anak dan cucu kami yang harus belajar .
    Karena apa yang kami punya harus di jaga,rawat dan lestarikan.

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)