Awas Mandi Junub Tidak Sahorang tidak menyadari bahwa kelalaian kecil, termasuk penggunaan sabun yang menghalangi sampainya air ke kulit, dapat membuat mandi junub tidak sah. Paparan ini mengurai tuntunan syar‘i secara jernih, bersandar pada dalil Al-Qur’an dan hadis.

$rows[judul]Keterangan Gambar : Foto edit by: Redaksi


Perwirasatu.co.id - Mandi junub adalah ibadah besar yang menentukan sah tidaknya shalat dan ibadah lainnya. Namun banyak orang tidak menyadari bahwa kelalaian kecil, termasuk penggunaan sabun yang menghalangi sampainya air ke kulit, dapat membuat mandi junub tidak sah. Paparan ini mengurai tuntunan syar‘i secara jernih, bersandar pada dalil Al-Qur’an dan hadis, agar kesucian benar-benar terjaga lahir batin.

Mandi junub adalah pintu suci yang menuntun seseorang kembali pada kejernihan ibadah. Ia bukan sekadar aktivitas fisik, tetapi ritus penyucian yang Allah tetapkan agar manusia dapat kembali menghadap-Nya dengan hati yang lapang. Firman-Nya mengingatkan dengan ungkapan yang tegas namun lembut:

﴿وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا﴾

“Dan jika kalian junub maka bersucilah.” (QS. Al-Maidah: 6)

Ayat ini adalah dasar bahwa mandi junub tidak boleh dilakukan secara serampangan. Ia menuntut kesungguhan, ketelitian, dan ketaatan, sebab ibadah yang lahir dari kelalaian hanya akan menjadi bayang-bayang tanpa cahaya.

Banyak orang mandi junub dengan tergesa, seolah hanya ritual pencabut status. Padahal Nabi ﷺ memberi keteladanan bahwa mandi junub harus dilakukan dengan perhatian penuh. Dari Aisyah radhiyallahu anha diriwayatkan:

﴿كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يَفْرُغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يُفِيضُ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثًا ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ﴾

“Rasulullah ﷺ ketika mandi junub memulai dengan mencuci kedua tangan, lalu menuangkan air dari tangan kanan ke tangan kiri untuk mencuci kemaluannya, kemudian berwudhu seperti wudhu untuk shalat, lalu mengguyur kepalanya tiga kali, kemudian mengguyur air ke seluruh tubuhnya.” (HR. Muslim)

Hadis ini bukan sekadar petunjuk teknis. Ia adalah pelajaran bahwa ibadah besar memerlukan tata tertib yang berlapis agar kesuciannya tegak tanpa cacat.

Salah satu perkara yang sering luput adalah keberadaan sabun, sampo, lotion, atau produk lain yang meninggalkan lapisan tebal sehingga air tidak menyentuh kulit. Banyak orang tidak sadar bahwa residu sabun tertentu dapat berubah menjadi selaput licin yang menahan air. Bila seseorang mandi junub namun ada bagian tubuh yang tidak terkena air karena terhalang lapisan itu, maka mandi tersebut tidak sah. Prinsip ini bersandar pada kaidah bersuci:

﴿لَا يَصِحُّ التَّطَهُّرُ إِلَّا بِوُصُولِ الْمَاءِ إِلَى الْبَشَرَةِ﴾

“Tidak sah bersuci kecuali air sampai pada kulit.”

Prinsip ini juga disandarkan pada hadis Nabi ﷺ tentang orang yang shalat namun tumitnya tidak terkena air ketika berwudhu. Beliau bersabda:

﴿وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ﴾

“Celaka bagi tumit-tumit yang tidak terkena air.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika pada wudhu saja yang membasuh hanya sebagian anggota tubuh ancamannya demikian keras, maka mandi junub yang mencakup seluruh badan tentu lebih membutuhkan ketelitian.

Sabun pada dasarnya bukan masalah, selama tidak meninggalkan lapisan penghalang. Yang menjadi persoalan adalah sabun atau sampo tertentu yang begitu pekat sehingga setelah dibilas masih menempel seperti lilin tipis di kulit. Tonggak sahnya mandi junub bukan wangi, busa, atau kelembutan produk, tetapi sampainya air secara merata ke kulit, rambut, dan lipatan tubuh. Orang yang memakai sabun sebaiknya membilas hingga benar-benar bersih, memastikan permukaan kulit kembali alami tanpa lapisan buatan yang menahan jatuhnya air.

Rambut juga perlu perhatian khusus. Bagi lelaki mungkin tidak rumit, namun bagi perempuan yang rambutnya panjang atau diikat, mandi junub menuntut kehati-hatian ekstra. Nabi ﷺ bersabda kepada Ummu Salamah ketika ia bertanya apakah rambut yang dikepang harus dilepas saat mandi junub:

﴿إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تُفِيضِي الْمَاءَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثًا﴾

“Cukup bagimu mengalirkan air ke kepalamu tiga kali.” (HR. Muslim)

Namun para ulama menjelaskan bahwa mandi junub wajib memastikan air meresap hingga ke pangkal rambut. Jika kepangan atau ikatan membuat air tidak sampai ke kulit kepala, maka wajib dilonggarkan atau dibuka. Prinsipnya selalu sama: jangan biarkan satu titik pun menjadi kering oleh kelalaian kita.

Dalam banyak riwayat, mandi junub selalu digambarkan sebagai momen kembalinya seseorang ke keadaan suci, seakan ia menaruh seluruh beban duniawi lalu bermandi dalam rahmat. Agar makna ini hadir, seseorang harus menanggalkan kesembronoan. Menghilangkan sabun dengan sempurna termasuk bentuk adab terhadap perintah Allah. Kesucian tidak lahir dari tubuh yang wangi, tetapi dari ketaatan hati yang memastikan ibadahnya bebas dari cacat.

Di tengah rutinitas modern, mandi kadang hanya menjadi jeda singkat antara aktivitas. Namun mandi junub memanggil kita untuk berhenti sejenak, menata kesadaran, lalu menghadirkan niat sebagaimana para salaf mengajarkannya. Mereka memahami bahwa suci bukan sekadar bersih secara fisik, tetapi keadaan ruhani yang mengantar seseorang lebih siap menerima cahaya ibadah. Firman Allah menegaskan:

﴿إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ﴾

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Ayat ini bukan hanya pujian, tetapi panggilan agar kita tidak menjadikan ibadah besar itu sebagai rutinitas tanpa rasa.

Dengan menata niat, memperhatikan setiap detail, membersihkan sisa sabun hingga benar-benar hilang, memastikan air mengalir ke seluruh bagian tubuh, kita sedang menjaga nilai amanah diri. Sebab mandi junub adalah syarat sahnya shalat, dan shalat adalah tiang yang menyangga seluruh bangunan keimanan. Bila fondasinya retak, bangunannya pun rapuh.

Semoga penjelasan ini menuntun kita pada sikap lebih teliti dan lebih hormat terhadap perintah Allah, agar mandi junub yang kita lakukan menjadi gerbang suci yang membuka pintu ibadah dengan cahaya keikhlasan dan ketepatan.

( Red)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)