Ketegangan Israel dan Iran, Lalu Siapa yang Lebih Unggal dalam Persenjataan Nuklir

$rows[judul]

Perwirasatu.co.id-Jakarta - Konflik di wilayah Timur Tengah antara Iran dan Israel sedang memanas. Balum lama ini, Iran melancarkan serangan ke Israel sebagai respons terhadap serangan brutal Israel.

Kekuatan dua negara tersebut sering menjadi sorotan terutama dalam persenjataan nuklir. Israel diketahui memiliki kemampuan nuklir, sementara Iran masih terbatas dalam pengembangan senjata nuklir karena berbagai perjanjian internasional.

Meskipun Israel tidak pernah secara resmi mengakui kepemilikan senjata nuklir, laporan dari berbagai lembaga internasional menunjukkan bahwa Israel telah memiliki hulu ledak nuklir. Berdasarkan laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) pada tahun 2023, Israel diperkirakan memiliki 90 hulu ledak nuklir. Hulu ledak ini disimpan dan siap digunakan jika diperlukan, meskipun detail lebih lanjut tentang program nuklir Israel sebagian besar tetap dirahasiakan.

Israel mengembangkan program nuklirnya secara diam-diam sejak 1960-an, dan kini telah menjadi salah satu negara yang memiliki kemampuan nuklir yang tidak secara terbuka dinyatakan. Dalam hal pertahanan, Israel juga didukung oleh teknologi militer moderen seperti sistem pertahanan udara Iron Dome dan Arrow 3, yang dirancang untuk melindungi negara tersebut dari serangan rudal, termasuk potensi ancaman nuklir. Sistem ini membantu Israel dalam mempertahankan diri dari serangan rudal jarak jauh, seperti yang mungkin diluncurkan oleh Iran atau sekutunya.

Berbeda dengan Israel, Iran belum memiliki senjata nuklir. Menurut laporan dari Defense Intelligence Agency (DIA), Iran tidak dapat memproduksi senjata nuklir karena adanya batasan kapasitas pengayaan uranium yang diberlakukan pada program nuklirnya. Iran, melalui perjanjian internasional seperti Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), dibatasi dalam pengembangan teknologi nuklirnya, terutama terkait dengan pengayaan uranium yang diperlukan untuk membuat senjata nuklir.

Program nuklir Iran sendiri telah lama menjadi perhatian dunia internasional, dengan banyak negara Barat yang menuduh Iran mencoba untuk mengembangkan senjata nuklir secara diam-diam. Meskipun demikian, Iran secara konsisten menyatakan bahwa program nuklirnya hanya bertujuan untuk keperluan damai, termasuk produksi energi dan penelitian ilmiah. Tekanan internasional dan sanksi ekonomi telah menahan Iran untuk mempercepat pengembangan teknologi nuklirnya, meskipun Iran memiliki kapasitas teknis untuk mengembangkan senjata nuklir jika batasan tersebut dicabut.

Selain itu, laporan dari DIA juga menyebutkan bahwa militer Iran masih menghadapi keterbatasan dalam akses ke persenjataan modern, akibat embargo internasional dan sanksi yang diberlakukan selama bertahun-tahun. Sejumlah peralatan militer Iran, termasuk pesawat tempur dan tank, telah beroperasi sejak sebelum Revolusi Iran pada tahun 1979, dan belum mengalami modernisasi yang signifikan.

Selain perbedaan dalam hal senjata nuklir, perbandingan kekuatan militer secara keseluruhan antara Iran dan Israel juga menyoroti perbedaan yang mencolok. Berdasarkan data yang tersedia, Iran memiliki jumlah personel aktif yang jauh lebih banyak, yaitu 610.000 tentara, dibandingkan dengan 169.500 tentara Israel. Selain itu, Iran juga memiliki 1.050.000 personel cadangan, sementara Israel memiliki 465.000 personel cadangan. Dalam hal jumlah tank, Israel memiliki 2.200 tank, sedikit lebih banyak dibandingkan Iran yang memiliki 1.900 tank.

Namun, dari segi anggaran militer, Israel memiliki keunggulan yang signifikan. Berdasarkan data tahun 2022, Israel mengalokasikan US$ 23,4 miliar untuk anggaran pertahanan, sedangkan Iran hanya mengalokasikan US$ 6,8 miliar, yang setara dengan sekitar 30 persen dari total anggaran pertahanan Israel. Perbedaan dalam alokasi anggaran ini turut mempengaruhi kemampuan Israel untuk terus mengembangkan dan memodernisasi peralatan militernya, termasuk kemampuan nuklirnya.

(Tim Liputan)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)