Perwirasatu.co.id-(Pemerhati Hukum dan Ekonomi Pantura Matim)
Pota adalah sebuah nama Kelurahan yang ada di Kecamatan Sambi Rampas, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Meskipun, di Kecamatan Sambi Rampas terdapat beberapa Kelurahan dan beberapa Desa, akan tetapi orang-orang luar mengetahuinya dengan nama Pota.
Pota dikenal dengan leading sektornya berupa, Pertanian, Perikanan dan Peternakan. Dalam sektor pertanian ada bawang merah, padi, dan jagung. Selain sektor pertanian, Pota juga terkenal dalam sektor perikanan dibuktikan dengan banyaknya pembeli dari luar yang berdatangan mengambil ikan di Pota dan kemudian dijual kembali ke tempat lain.
Disamping itu, Pota juga dikenal dalam sektor peternakan dibuktikan dengan banyaknya pembeli dari luar, seperti dari wilayah Sulewesi Selatan yang datang membeli hasil ternak, berupa kerbau, sapi dan kuda milik masyarakat Pota.
Dari ketiga sektor tersebut pertumbuhan ekonomi semakin meningkat dibuktikan dengan banyaknya pendirian koperasi dan usaha-usaha lain. Tetapi dibalik itu semua ternyata masyarakat Pota sangat khawatir jika ada pembeli yang masuk ke wilayah mereka.
Masyarakat Pota selalu ragu tiap kali mereka menyerahkan hasil mereka untuk dijual, karena mereka selalu mendapatkan kesulitan dalam melakukan transaksi jual beli, dimana pembeli yang masuk ke Pota menerapkan sistem beli dulu kemudian menyerahkan barangnya terdahulu sedangkan untuk pembayarannya dilakukan nanti.
Seperti halnya dalam sektor pertanian banyak mengalami kesulitan yang dialami petani saat menjelang panen tiba. Kesulitan mendapatkan pembeli yang jujur disebabkan karena kebiasaan yang terjadi di Pota Kecamatan Sambi Rampas ini telah banyak memakan korban bahkan penyelesaian pun telah terjadi di Polsek Sambi Rampas bahkan sampai ke pengadilan. Kebiasaan tersebut adalah kebiasaan pembeli dengan perjanjian lisan tetapi banyak yang lalai dengan perjanjian tersebut, bahkan pembeli nekat membeli tanpa membayar dan petani pun sepakat dengan hal tersebut hingga pada akhirnya banyak petani yang kewalahan karena tidak memiliki bukti yang cukup dan kurangnya pengetahuan petani dalam mengurus masalah tersebut secara hukum.
Padahal jika pemerintah seperti camat, lurah dan kepala desa memperhatikan dari ketiga sektor tersebut maka cipratan uang akan masuk ke kas pemerintah. Karena jika melihat potensi hasil pertanian, perikanan dan peternakan di Sambi Rampas ini termasuk menjanjikan apalagi jika pemerintah mengambil alih dalam perizinan transaksi jual beli, misal pemerintah mendirikan BUMDes maka akan kecipratan dana untuk kebutuhan desa, lurah dan camat. Seperti dalam sektor pertanian bawang merah misal pembeli membeli bawang merah petani dengan harga Rp. 26.000 maka pembeli wajib mengajukan permohonan tersebut ke pemerintah setempat seperti jika pembelian itu dilakukan di kelurahan pota maka akan meminta izin ke lurah Pota. Sedangkan, di wilayah lain seperti Randang dan Biting maka meminta izin di desa yang menaungi wilayah tersebut, sehingga dari harga beli bawang merah sebesar Rp. 26.000 maka pemerintah dapat mengambil keuntungan Rp. 1.000, untuk lurah/desa setempat maka harga beli ke petani bukan lagi Rp. 26. 0000 melainkan Rp. 25.000. Jika diuangkan misal harga total pembelian di Kelurahan Pota menyentuh diangka 20 ton dengan harga Rp. 26.000, maka 20 ton dikali Rp. 26.000 hasilnya adalah Rp.520.000.000. Sedangkan, Lurah mendapatkan cipratan dana sebesar Rp. 1000 maka harga beli di petani sebesar 20 ton dikali Rp. 25.000 maka Rp. 500.000.000 sehingga Lurah mendapatkan bersih dari sektor pertanian adalah Rp.520.000.000- Rp.500.000.000 maka hasilnya adalah Rp. 20.000.000, belum disektor peternakan dan perikanan.
Berdasarkan hal tersebut sehingga perlu adanya keterlibatan dari pemerintah setempat dalam mengambil alih dan mengontrol sektor pertanian, perikanan dan peternakan sehingga tidak ada lagi pembeli liar yang masuk ke Pota. Pembeli yang masuk ke Pota diwajibkan untuk mendapatlan izin dan menerapkan sistem pembayaran langsung yang diwakilkan oleh pemerintah setempat.
(Tim Liputan)
Tulis Komentar