![$rows[judul]](https://perwirasatu.co.id/asset/foto_berita/IMG-20251030-WA0007_1.jpg)
Perwirasatu.co.id-Depok-Komisi D DPRD Kota Depok dihadapan awak media, Selasa (28/10), menyatakan rasa keprihatinannya yang mendalam usai mendengar keluhan para guru Raudhatul Athfal (RA) dan madrasah dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama anggota Dewan lainnya.
Dalam pertemuan tersebut, terungkap kalau honor para guru RA di Depok ternyata hanya sebesar Rp150 ribu per bulannya.
“Ya, kemarin kami kedatangan para guru madrasah yang menyampaikan aspirasinya,” ujar Sekretaris Komisi D DPRD Kota Depok, Siswanto.
Anggota DPRD yang dikenal supel dan juga mantan jurnalis itu menjelaskan, bahwa RDP tersebut menguak banyak persoalan yang selama ini jarang tersentuh oleh kebijakan pemerintah daerah. Salah satunya adalah, menyangkut rendahnya honor guru madrasah dan Raudhatul Athfal (RA).
“Perwakilan guru RA dan madrasah menyampaikan bahwa honor mereka hanya Rp150 ribu per bulan. Meski tahun depan kemungkinan naik menjadi Rp200 ribu, angka itu tetap tidak layak. Komisi D berkomitmen untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan dan juga fasilitas madrasah. Cita-cita kami, pendidikan di Depok harus inklusif dan berkeadilan,” ungkap Siswanto, sebagaimana dikutip dari laman pemberitaan Sketsa-online.com.
Saat dikonfirmasi lanjut oleh perwirasatu.co.id, terkait pernyataannya yang mengatakan bahwa pendidikan di Depok harus inklusif dan berkeadilan, Siswanto memaparkan kalau pendidikan yang inklusif dan berkeadilan itu konkretnya adalah; sistem pendidikan yang menyediakan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus untuk bisa belajar bersama dalam satu lingkungan yang sama.
"Dengan kata lain, tujuannya ialah dengan menciptakan lingkungan belajar yang adil dan mendukung keberagaman, dimana setiap anak merasa diterima, dihargai, dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang tanpa diskriminasi. Ini berarti ada penyesuaian pada kurikulum, metode pengajaran, dan sarana prasarana agar sesuai dengan kebutuhan individu setiap siswa," paparnya.
Menurut Siswanto kalau konteksnya sekolah, jangan dibedakan sekolah umum dengan madrasah.
"Kalau SD, SMP, SMA dapat PIP, MI, MTs, MA juga harus dapat. Kalau SD, SMP, SMA dengan mudahnya dapat mengakses program pembangunan ruang kelas baru, madrasah harusnya juga. Nah, itu baru dunia pendidikan di Depok berkeadilan dan inklusif," jelasnya lagi.
Sejauh ini menurut Siswanto, sekolah Madrasah di Kota Depok merasa termarjinalkan. Itu bisa dilihat dari jumlah sekolah MTs Negeri di Depok, sementara SMP Negeri jumlahnya ada 34.
Namun sayangnya, saat ditanyakan langkah tegas apa yang akan dilakukan oleh komisi D dalam waktu dekat ini untuk memenuhi harapan para guru dan pendidikan yang termarjinalkan tersebut, Siswanto dalam komunikasi via WA belum menjawab untuk menjelaskan secara tuntas kepada publik.
(FC-G65)
Tulis Komentar