Jaksa Agung Perintahkan Penyidik Kejari se-Indonesia Turut Usut Korupsi Chromebook

$rows[judul]

Perwirasatu.co.id-Jakarta-Kejaksaan Agung (Kejagung) serius mengusut, dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook Kemendikbudristek era kepemimpinan Nadiem Makarim. Seluruh penyidik tingkat Kejaksaan Negeri (Kejari), diperintahkan untuk bergerak.

"Jampidsus tidak hanya melibatkan penyidik di Gedung Bundar, tetapi juga teman-teman penyidik di beberapa wilayah kejari, karena inikan (Chromebook) pengadaannya hampir di seluruh Indonesia," jelas Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, kepada wartawan, Jumat (8/8-2025).

Anang mengungkapkan, pelibatan penyidik di tiap-tiap Kejari ini dilakukan lantaran adanya keterbatasan jumlah penyidik pada Jampidsus Kejagung. Dengan begitu, perlu dikerahkan perbantuan oleh penyidik pada Kejaksaan di wilayah.

"Yang jelas, mereka secara resmi ada surat perintahnya sebagai penyidik yang menangani perkara tersebut," jelas Anang.

Asal tahu saja, hingga kini Kejagung tak kunjung menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook tahun anggaran 2019–2022. Padahal yang bersangkutan sudah dua kali jalani pemeriksaan secara maraton.

Pada Selasa (15/7-2025), Nadiem diperiksa selama 9 jam. Sebelumnya, ia juga telah menjalani pemeriksaan perdana pada Senin (23/6-2025), dengan 31 pertanyaan selama hampir 12 jam. Penyidik beralasan menilai masih perlu melakukan pendalaman alat bukti sebelum menaikkan status Nadiem dari saksi menjadi tersangka.

"Kenapa tadi NAM sudah diperiksa mulai pagi sampai malam kemudian hari ini belum ditetapkan sebagai tersangka? Karena berdasarkan kesimpulan penyidik masih perlu pendalaman alat bukti," ujar eks Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, pada awak media di depan Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, belum lama ini.

Qohar menegaskan, penyidikan kasus ini akan terus dikembangkan dan tidak berhenti pada empat tersangka awal yang telah ditetapkan.

"Enggak usah khawatir. Beberapa kegiatan atau kasus yang kita tangani tidak berhenti sampai di tahap pertama, tapi ada kedua dan seterusnya. Sabar ya, sabar. Karena bicara hukum, bicara alat bukti," tutur Qohar. Hingga Selasa (15/7-2025), penyidik telah menetapkan empat tersangka, yaitu:

1. Jurist Tan (JT)

Mantan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.

2. Ibrahim Arief (IBAM)

Mantan Konsultan Teknologi di Warung Teknologi Kemendikbudristek.

3. Sri Wahyuningsih (SW)

Mantan Direktur Sekolah Dasar Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Kemendikbudristek; sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Direktorat SD Tahun Anggaran 2020–2021.

4. Mulyatsyah (MUL)

Mantan Direktur Sekolah Menengah Pertama Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen Kemendikbudristek; sekaligus KPA Direktorat SMP Tahun Anggaran 2020–2021.

Dalam konstruksi perkara, keterlibatan Nadiem bermula sejak sebelum ia menjabat sebagai menteri. Pada Agustus 2019, bersama Jurist Tan dan Fiona Handayani (FN), Nadiem membentuk grup WhatsApp Mas Menteri Core Team yang merancang program digitalisasi pendidikan berbasis ChromeOS.

Setelah dilantik sebagai menteri pada Oktober 2019, Nadiem memerintahkan Jurist Tan untuk menindaklanjuti proyek tersebut. Jurist Tan lalu menjalin komunikasi dengan pihak Google, yakni WKM dan Putri Ratu Alam (PRA), membahas skema co-investment sebesar 30 persen dari pihak Google, dengan syarat seluruh pengadaan TIK menggunakan ChromeOS.

Jurist Tan menunjuk Ibrahim Arief, sebagai konsultan teknologi yang sejak awal mendorong agar tim teknis mengarah pada produk Google. Ibrahim bahkan menolak hasil kajian teknis awal, karena belum mencantumkan ChromeOS, lalu menyusun ulang kajian baru yang dijadikan dasar pengadaan.

Pada April 2020, Nadiem, Jurist Tan, dan Ibrahim Arief bertemu langsung dengan pihak Google untuk menyusun strategi penggunaan Chromebook dan Workspace. Kajian teknis kemudian disusun agar tampak seolah-olah ilmiah, padahal arahnya telah ditentukan sejak awal.

Dalam pelaksanaannya, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah mengarahkan pengadaan kepada vendor tertentu. Salah satunya PT Bhinneka Mentari Dimensi, yang dilibatkan langsung dalam proses pemesanan unit Chromebook pada malam hari, 30 Juni 2020, di Hotel Arosa, Bintaro.

Keduanya juga memerintahkan PPK, agar segera mengeksekusi pesanan sesuai arahan menteri. Petunjuk pelaksanaan pun disusun dengan mengunci spesifikasi hanya pada produk berbasis ChromeOS, dengan paket harga per sekolah senilai Rp88,25 juta untuk 15 unit laptop dan satu konektor.

Akibat rekayasa sistemik tersebut, Kejaksaan mencatat kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun. Angka ini terdiri atas mark-up harga laptop sebesar Rp1,5 triliun dan perangkat lunak Chrome Device Management (CDM) senilai Rp480 miliar.

Sebanyak 1,2 juta unit Chromebook senilai total Rp9,3 triliun tidak optimal digunakan, terutama di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), akibat keterbatasan sistem operasi ChromeOS. Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


(FC-Goest/RKA)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)