Lestari Group Pemilik Pulau Semakau Kecil Belum Tahu Ada Kegiatan Reklamasi

$rows[judul]

Perwirasatu.co.id-Komisaris Lestari Group-Zukriansyah menegaskan Pulau Semakau Kecil dan Pulau Semakau Besar yang terletak di Teluk Tering, Wilayah Batam Center, Kota Batam, adalah milik Kelompok Lestari (Lestari Group).

Diketahui, pemilik pulau mengaku kaget mendapat informasi kegiatan reklamasi di Pulau Semakau Kecil, sekaligus meminta aktifitas reklamasi segera dihentikan.

''Tindakan reklamasi di Pulau Semakau Kecil dan Pulau Semakau Besar harus segera dihentikan karena tidak pernah meminta izin kepada kami sebagai pemilik pulau. Sejak tahun 1991 kami telah membebaskan kedua pulau itu dari penduduk setempat dengan merelokasi ke Bengkong Sadai,'' kata Zukriansyah, kepada wartawan, di Batam, Kamis (10/07/25).

Kepemilikan atas pulau itu, kata Zukriansyah, resmi dilakukan dan disahkan di bawah pemerintahan Kota Batam pada 1991, dengan saksi dari pemerintah, Wahab, yang ketika itu menjabat sebagai Lurah Nongsa, Kota Batam.

''Tanggungjawab pembebasan telah kami tunaikan, dan sah menjadi milik Lestari Group. Jangan ada pihak yang melakukan klaim atas pulau tersebut, termasuk Pemerintah Kota Batam,'' tegasnya.

Legalitas Pulau Semakau Kecil dan Pulau Semakau Besar telah dikantongi oleh Lestari Group. Luas pulau terdiri dari Pulau Semakau Kecil sekitar 2 hektar, Pulau Semakau Besar sekitar 15 hektar.

''Kami meminta semua pihak harus menghargai historis dan legalitas tanah di Pulau Batam dan sekitarnya. Kedua pulau itu (Semakau Kecil dan Semakau Besar) dalam peta Otorita Batam (Badan Pengusahaan Batam/BP Batam), kata Zukriansyah, ditandai dengan warna putih oleh Otorita Batam sebagai tanda pulau itu telah ada pemiliknya tetapi letaknya di luar wilayah kerja Otorita Batam,'' jelas Zukriansyah.

Di sisi lain, Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL) sebagai anggota Kelompok Lestari, Rury Afriansyah, menyebut Pemerintah Kota Batam sebagai penguasa di Batam untuk jangan sampai salah kaprah terhadap Pulau Semakau Kecil dan Semakau Besar.

''Jangan sampai ada pihak yang mengambil kesempatan dalam kasus reklamasi. Pulau tersebut jelas milik Lestari Group, semua urusan ganti rugi dan relokasi telah dilaksanakan sesuai kesepakatan,'' kata Rury Afriansyah.

Dari Kelompok Lestari menyebut proses pemindahan penduduk dari Pulau Semakau Kecil dan Semakau Besar telah dilakukan dengan baik disaksikan oleh Keluarga Tokoh Perpat (Organisasi Pemuda Tempatan) Saparuddin Muda dan orang tua masing-masing.

''Kalau ada pihak yang meragukan kepemilikan pulau itu,silhan datang, akan kami tunjukkan kepemilikan sah,'' pungkas Zukriansyah.

Reklamasi Tanpa Izin

Penegasan Lestari Group berawal dari viralnya kegiatan reklamasi skala besar di Kawasan pesisir Teluk Tering, Batam Center. Terlihat di lapangan reklamasi berlangsung masif dan diperkirakan telah mencapai belasan hektare.

Aktivitas reklamasi itu diduga kuat tidak memiliki izin, sehingga Pemerintah Kota Batam menghentikan kegiatan dengan mendirikan papan pengumuman: Alokasi Tanah Ini Dalam Pengawasan Badan Pengusahaan Batam.

Tampaknya BP Batam tidak memahami kawasan Pulau Semakau Kecil dan Pulau Semakau Besar tidak termasuk dalam Wilayah Kerja BP Batam. Wakil Kepala BP Batam, Li Claudia Chandra, bahkan sempat melakukan inspeksi mendadak ke lokasi.

Kini, terpasang papan pengawasan BP Batam di area reklamasi. Namun, langkah ini dianggap belum cukup meredam keresahan publik terkait kejelasan legalitas proyek dan dampak lingkungannya.

Dirilis sejumlah media, reklamasi Teluk Tering bukan persoalan baru. Pada masa kepemimpinan Muhammad Rudi sebagai Kepala BP Batam, izin reklamasi kawasan ini sempat memicu polemik hebat. Selain lokasinya yang dekat dengan jalur pelayaran internasional, proyek ini sempat dibatalkan setelah mendapatkan penolakan keras dari pemerintah pusat maupun masyarakat.

Di salah satu media siber, Ketua Kelompok Nelayan Teluk Tering, Romi, mengungkapkan reklamasi sudah berjalan sejak 2021, bahkan sempat disegel Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2023.

"Sekarang malah lanjut lagi. Padahal dampaknya sangat besar buat kami," kata Romi, Rabu (09/07/25).

Romi menceritakan, nelayan kini kesulitan menangkap hasil laut seperti udang dan ketam.

"Kalau hujan, tanah timbunan hanyut ke laut. Air jadi keruh, warnanya cokelat, terumbu karang mati, hasil tangkapan turun drastis," keluhnya.

Aksi penimbunan tersebut diduga kuat untuk kepentingan komersial, termasuk pengembangan perumahan elite. Salah satu perusahaan yang disebut terlibat adalah PT Dirgantara Inti Abadi (DIA), yang sebelumnya pernah disegel lantaran reklamasi tanpa izin.


Sumber : Rilis Hotel Purajaya

Editor : Red.

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)