Keterangan Gambar : Dalam pandangan agama, kebahagiaan tidak ditentukan oleh banyaknya harta, tetapi oleh lapangnya hati. Rasulullah ? bersabda: «?????? ???????? ???? ???????? ????????? ????????? ???????? ????? ?????????» “Kaya itu bukan karena banyaknya harta, tetapi kaya adalah kaya hati.” (HR. Bukhari dan Muslim). Perwirasatu.co.id - Dalam kehidupan, manusia sering menolak apa yang sebenarnya membawa keselamatan jiwanya. Kita takut pada kematian dan membenci kemiskinan, padahal keduanya menyimpan hikmah besar yang menuntun hati menuju ketundukan. Sabda Nabi ﷺ mengajak kita melihat sisi yang tidak tampak oleh mata: bahwa sebagian nikmat datang dalam wujud yang sulit, namun menyelamatkan kita di akhirat.
Rasulullah ﷺ pernah mengingatkan kita tentang dua hal yang paling dibenci manusia namun sesungguhnya paling besar manfaatnya bagi jiwa. Beliau bersabda: “Ada dua hal yang dibenci manusia: mati, padahal mati lebih baik daripada fitnah; dan minim harta, padahal minim harta kelak akan ringan hisabnya.” Sabda ini terasa sederhana, namun jika direnungkan dengan kejujuran, ia justru membuka pintu-pintu kesadaran tentang hakikat hidup yang sering kita abaikan. Kematian dan kemiskinan bukanlah hal yang mudah diterima, tetapi keduanya sering menjadi jalan sunyi menuju kedewasaan ruhani.
Manusia takut pada kematian karena ia memutus kesenangan dunia. Namun Allah mengingatkan bahwa kehidupan sejati justru dimulai setelah kematian. Allah berfirman:
﴿ وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۖ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۘ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ ﴾
“Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau, sedangkan negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, jika mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut: 64).
Ayat ini mengajarkan bahwa ketakutan kita sering terletak pada bayangan, bukan pada kenyataan. Kematian adalah pintu menuju kehidupan yang lebih luas, lebih jernih, dan lebih abadi daripada dunia yang melelahkan ini.
Dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ menenangkan hati orang-orang beriman dengan sabdanya:
«الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ»
“Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim).
Bila dunia memang tempat ujian, maka kematian bukan pembatal kehidupan, tetapi pelepasan dari segala belenggu. Inilah sebabnya para salaf berkata bahwa orang beriman tidak takut mati, namun takut mati dalam keadaan tidak siap. Maka tugas kita bukan menolak kematian, tetapi mempersiapkan hati agar saat pintu itu dibuka, kita menemuinya dengan tenang.
Bagian kedua sabda Nabi ﷺ tentang minimnya harta juga mengandung rahasia besar. Manusia membenci kekurangan, tetapi di hadapan Allah, orang yang sedikit hartanya lebih ringan perhitungannya. Allah berfirman:
﴿ لَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ﴾
“Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, lapar, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155).
Kekurangan harta, bila disikapi dengan sabar, justru mengangkat derajat seseorang di sisi Allah.
Rasulullah ﷺ mengingatkan bahwa harta adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Semakin banyak harta, semakin panjang hisabnya. Beliau bersabda:
«لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ… وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ»
“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara… dan tentang hartanya: dari mana ia mendapatkannya dan untuk apa ia membelanjakannya.” (HR. Tirmidzi).
Maka harta yang banyak bukan semata pemberian, tetapi juga ujian yang berat. Tidak heran jika minimnya harta justru menjadi keringanan yang dirahmati.
Kadang Allah mengambil sebagian harta seseorang agar hatinya kembali kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an Allah menegaskan:
﴿ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ ﴾
“Allah menyempitkan rezeki dan melapangkannya, dan kepada-Nya kalian kembali.” (QS. Al-Baqarah: 245).
Ada masa ketika seseorang diberi kelapangan, namun ada masa ketika ia diminta belajar ikhlas melalui kekurangan. Orang yang sedikit hartanya sering kali lebih dekat kepada doa, lebih jernih dalam memandang dunia, dan lebih ringan dalam menjalani kehidupan tanpa beban kesombongan.
Dalam pandangan agama, kebahagiaan tidak ditentukan oleh banyaknya harta, tetapi oleh lapangnya hati. Rasulullah ﷺ bersabda:
«لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ»
“Kaya itu bukan karena banyaknya harta, tetapi kaya adalah kaya hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Seseorang bisa hidup sederhana namun merasa cukup, bahagia, dan dekat dengan Allah. Sebaliknya, seseorang yang hidup dalam kelimpahan bisa merasa paling miskin jika hatinya tidak pernah puas.
Sabda Nabi ﷺ tentang kematian dan kemiskinan sejatinya bukan ajakan untuk pesimis, tetapi seruan agar kita melihat dunia dengan mata hati. Dunia adalah perjalanan singkat. Kematian adalah pintu menuju rumah abadi. Kekurangan harta adalah ujian yang sering membawa seseorang lebih dekat kepada kesalehan. Bila dua hal yang dibenci manusia saja menyimpan kebaikan, maka betapa banyak hal lain dalam hidup yang juga mengandung hikmah bila kita mau menengoknya lebih dalam.
Pada akhirnya, kebijaksanaan hidup terletak pada kemampuan hati menerima apa pun yang Allah tetapkan. Seorang mukmin belajar untuk tidak hanya mencintai yang indah, tetapi juga merangkul yang sulit sebagai bagian dari kasih sayang Allah. Karena di balik setiap kepahitan, Allah menyiapkan manisnya iman. Di balik setiap kehilangan, Allah menyimpan ganti yang lebih baik. Dan di balik setiap ujian, ada jalan pulang menuju-Nya yang terbuka lebih lebar dari sebelumnya. Semoga kita menjadi hamba yang mampu melihat rahmat Allah bahkan dalam hal yang paling kita takuti dan paling kita hindari. Semoga hati kita dilembutkan oleh ilmu, dijernihkan oleh kesadaran, dan dikuatkan oleh iman yang menuntun langkah sampai akhir hayat.
Editor: Bro Tommy
Tulis Komentar