Perwirasatu.co.id-Kombes Pol (Purn) Anang Iskandar, SIK., SH, MH berpendapat, bahwa rehabilitasi itu murah bila pemerintah melakukan rehabilitasi secara non pidana, melalui program pemerintah wajib lapor pecandu, dimana biaya rehabilitas berdasarkan Permenkes dipatok kurang dari dari Rp. 10 juta rupiah perpenyalahguna, sedangkan biaya rehabilitasi dalam penegakan hukum pidana biayanya bisa lebih dari 20 kali.
Biaya rehabilitasi dalam proses penegakan hukum itu besar karena adanya komponen biaya penyidikan, biaya penuntutan, biaya pengadilan dan biaya rehabilitasi atas putusan atau penetapan hakim.
Biaya rehabilitasi menjadi sangat besar, mana kala diadili secara pidana berdasarkan KUHAP dan KUHP mengesampingkan UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika. Karena penegakan hukum secara pidana disamping melanggar asas lex specialis derogat lex generalis juga membutuhkan biaya yang sangat besar karena rehabilitasi dilaksanakan secara luar biasa.
UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika memberi alternatif kepada pemerintah cq aparat negara penegak hukum dalam menanggulangi masalah penyalahgunaan narkotika atau penyalah guna bagi diri sendiri melalui 2 pilihan penanggulangan yaitu melalui WAJIB LAPOR PECANDU dengan biaya yang relatif murah atau melalui PENEGAKAN HUKUM REHABILITATIF dengan kewajiban hakim untuk memutus atau menetapkan penyalah guna menjalani rehabilitasi dengan biaya yang relatif mahal.
Secara rasional seharus pemerintah menggunakan alternatif yang paling menguntungkan bagi pemerintah dan bagi masyarakat yaitu menggunakan alternatif non pidana melalui program pemerintah wajib lapor pecandu. Tetapi praktiknya pemerintah cq penegak hukum tidak menggunakan alternatif wajib lapor pecandu, malah menggunakan penegakan hukum secara pidana dengan biaya mahal dan menanggung biaya kerusakan sosial, serta mengesampingkan konvensi bahwa penyalah guna wajib dihukum rehabilitasi berdasarkan UU narkotika.
(Red)
Tulis Komentar