Cinta Yang Menegur Dengan LembutOrang yang menegurmu karena sayang. Mungkin suaranya terdengar keras, tapi hatinya sedang bergetar karena takut kehilanganmu di hadapan Allah.

$rows[judul]Keterangan Gambar : Foto edit by: Redaksi

Perwirasatu.co.id - Cinta sejati tidak selalu hadir dalam bentuk kelembutan yang menenangkan. Kadang cinta datang dalam bentuk teguran yang membuat hati tersentak. Sebab yang mencintaimu sungguh-sungguh tidak akan membiarkanmu berjalan di jalan yang salah. Ia tidak menegur karena ingin mengatur, tapi karena ingin menyelamatkanmu dari kehancuran yang tidak kau sadari.

Dalam kehidupan yang semakin dipenuhi kepura-puraan, nasihat sering dianggap sebagai gangguan. Orang lebih suka dipuji meski salah, daripada dikritik meski benar. Padahal, dalam pandangan Islam, nasihat adalah bentuk kasih sayang paling luhur antara sesama manusia. Tanpa nasihat, cinta hanyalah rasa tanpa arah; indah di awal, tapi menyesatkan di ujung.

Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis riwayat Muslim:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ، قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: لِلَّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُولِهِ، وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ، وَعَامَّتِهِمْ

"Agama itu adalah nasihat." Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan seluruh kaum muslimin.”

Hadis ini menunjukkan bahwa nasihat bukan sekadar ucapan, tetapi bagian dari iman. Menasihati berarti peduli. Menegur berarti mencintai. Karena tidak ada cinta yang sejati tanpa keinginan untuk melihat orang yang dicintai berada di jalan yang benar. Sebaliknya, membiarkan orang lain dalam kesalahan adalah bentuk kelalaian, bukan kasih sayang.

Dalam Al-Qur’an, Allah memuji umat yang saling menasihati dalam kebenaran. Firman-Nya dalam surah Al-‘Asr ayat 2-3:

إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

"Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran."

Ayat ini menegaskan bahwa keselamatan manusia tidak cukup hanya dengan iman dan amal, tapi juga dengan keberanian untuk menasihati dan menerima nasihat. Sebab nasihat adalah jembatan antara cinta dan kebaikan. Ia bukan tanda bahwa seseorang merasa lebih suci, melainkan bukti bahwa ia tak ingin melihat orang lain tersesat.

Namun, nasihat yang tulus sering kali terdengar pahit. Sebab ia melawan ego. Tapi justru di situlah cinta diuji: apakah kita mencintai seseorang karena kesenangan bersama, atau karena ingin menuntunnya menuju kebaikan. Cinta sejati tak membiarkanmu jatuh dalam dosa tanpa mengingatkan. Ia akan menegur dengan lembut meski risikonya disalahpahami.

Rasulullah ﷺ bersabda:

الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ الْمُؤْمِنِ

"Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin yang lain." (HR. Abu Dawud)

Cermin tidak pernah berbohong. Ia menampilkan wajah kita sebagaimana adanya, bahkan ketika kita enggan melihat kekurangannya. Begitulah hakikat teman yang mencintai karena Allah. Ia tidak membenarkan kesalahan hanya demi menjaga kenyamanan hubungan, tapi dengan penuh kasih mengingatkan agar kita tidak tergelincir.

Teguran yang lahir dari cinta akan terasa berbeda. Ia tidak menusuk, tapi menggugah. Ia tidak menjatuhkan, tapi mengangkat. Kadang suaranya lembut, kadang tegas, tapi tujuannya satu: menjaga agar hati tetap di jalan Allah. Karena sejatinya, cinta yang dibiarkan tanpa arah justru menjerumuskan pada kelalaian.

Allah berfirman dalam surah Al-Ma’idah ayat 2:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan."

Ayat ini menjadi dasar bahwa saling menasihati adalah bentuk tolong-menolong dalam takwa. Membiarkan teman berbuat salah tanpa mengingatkannya berarti kita ikut menanggung dosanya. Karena cinta sejati bukan yang membiarkan, tapi yang melindungi. Ia tidak ingin kehilangan orang yang dicintai di jalan yang salah.

Lebih baik ditegur karena sayang, daripada dipuji dalam kebinasaan. Dunia ini terlalu banyak orang yang pandai berpura-pura peduli, tapi diam saat saudaranya hampir terjerumus. Padahal, diam di hadapan kemungkaran adalah bentuk pengkhianatan terhadap kasih sayang sejati. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ

"Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim)

Teguran yang benar lahir dari kasih yang benar. Dan kasih yang benar berakar dari iman yang tulus. Maka jangan marah ketika seseorang menasihatimu. Bisa jadi, teguran itu adalah bentuk cinta Allah yang disampaikan melalui lisan manusia. Karena Allah sering menegur kita lewat orang-orang yang peduli, bukan lewat musuh yang membenci.

Tentu, menasihati bukan perkara mudah. Dibutuhkan keikhlasan untuk menegur tanpa menghakimi, dan kerendahan hati untuk menerima tanpa tersinggung. Orang yang berani menasihati saudaranya dengan adab, sesungguhnya sedang berjuang menjaga keduanya dari dosa. Dalam diamnya doa dan tegasnya nasihat, cinta itu hidup dengan cara yang paling suci.

Maka, jangan jauhi orang yang menegurmu karena sayang. Mungkin suaranya terdengar keras, tapi hatinya sedang bergetar karena takut kehilanganmu di hadapan Allah. Bersyukurlah jika masih ada yang peduli pada langkahmu. Sebab lebih berbahaya hidup tanpa nasihat daripada hidup dengan teguran. Karena cinta tanpa arah akan menjerumuskan, tapi cinta yang menegur akan menyelamatkan.

*Red

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)