Keterangan Gambar : Dalam perjalanan hidup yang penuh ujian, manusia sering kali menatap masalah dengan cemas, seolah seluruh beban dunia ditanggung sendiri. Padahal Allah telah berjanji dalam firman-NyaPerwirasatu.co.id - Kadang manusia terlalu sibuk mencari jalan keluar dari kesulitan hidup, mengandalkan kemampuan diri dan menguras tenaga tanpa henti. Padahal di balik semua upaya itu, ada satu hal yang sering terlupakan: kita ini hanyalah hamba yang lemah, yang tak memiliki daya tanpa pertolongan Allah. Ketika kita belajar berserah, bukan berarti kita berhenti berusaha, tapi kita menempatkan hati di tempat yang semestinya di bawah kekuasaan-Nya yang Maha Menentukan segalanya.
Dalam perjalanan hidup yang penuh ujian, manusia sering kali menatap masalah dengan cemas, seolah seluruh beban dunia ditanggung sendiri. Padahal Allah telah berjanji dalam firman-Nya yang mulia:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
"Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya)."
(QS. Ath-Thalaq: 3)
Ayat ini bukan sekadar janji kosong, melainkan penegasan bahwa siapa pun yang menaruh kepercayaan penuh kepada Allah akan memperoleh kecukupan dari arah yang tak disangka. Tawakal bukan menyerah tanpa usaha, tapi keyakinan bahwa hasil akhir tak pernah keluar dari rencana Allah. Orang yang bertawakal sejati tetap bekerja, tetap berusaha, namun hatinya tidak terikat pada hasil, melainkan pada ridha Allah.
Rasulullah ﷺ menegaskan dalam sabdanya:
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
"Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah."
(HR. Tirmidzi, hasan sahih)
Hadis ini menuntun kita agar tidak menggantungkan harapan pada manusia atau kekuatan duniawi. Sebab manusia bisa berubah, situasi bisa berbalik, tapi Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh mendekat. Di saat semua jalan terasa buntu, doa adalah pintu yang selalu terbuka.
Berserah bukan tanda kelemahan, tetapi bukti kesadaran. Ketika kita menyadari bahwa segala sesuatu di dunia ini berada di bawah kehendak Allah, maka kegelisahan pun perlahan sirna. Kita tidak lagi memaksa hidup berjalan sesuai rencana pribadi, tapi belajar ikhlas menerima apa pun yang Allah tetapkan. Inilah hakikat dari tawakal sebuah keseimbangan antara ikhtiar dan pasrah.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
اللَّهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ
"Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki."
(QS. Asy-Syura: 19)
Ayat ini mengingatkan bahwa kasih sayang Allah begitu halus hingga sering kali kita tak menyadarinya. Kadang pertolongan datang dalam bentuk kesabaran, bukan kemudahan. Kadang jawaban doa hadir melalui ujian yang membuat kita lebih kuat. Semua itu adalah bukti kelembutan Allah yang mendidik hati agar semakin dekat kepada-Nya.
Dalam kehidupan Nabi ﷺ sendiri, kita menemukan teladan nyata tentang kekuatan dalam berserah. Ketika diusir dari Makkah, ketika dikepung di gua, ketika umat menolak dakwahnya beliau tidak mengeluh, tidak marah, tapi berkata dengan tenang kepada Abu Bakar di Gua Tsur:
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
"Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita."
(QS. At-Taubah: 40)
Ucapan itu bukan sekadar penghiburan, tetapi keyakinan sejati bahwa selama Allah membersamai, tak ada alasan untuk takut. Begitulah hati orang beriman tenang di tengah badai, karena ia tahu siapa pelindungnya.
Dalam dunia modern yang serba cepat, manusia mudah merasa harus mengendalikan segalanya. Kita ingin hasil instan, ingin kepastian segera. Tapi hidup bukan soal seberapa cerdas kita merancang, melainkan seberapa dalam kita percaya kepada Allah. Ketika kita menggantungkan diri sepenuhnya kepada-Nya, hati menjadi ringan, sebab tidak lagi terikat pada hasil dunia, melainkan kepada Sang Pencipta hasil itu sendiri.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ، لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ، تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung yang pergi di pagi hari dalam keadaan lapar, dan kembali sore hari dalam keadaan kenyang."
(HR. Tirmidzi)
Burung tidak berdiam diri di sarang menunggu rezeki, ia terbang mencari makanan, tapi hatinya yakin Allah akan mencukupkan. Begitu pula manusia seharusnya berusaha dengan sungguh-sungguh, lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah.
Kadang kita berpikir bahwa berserah berarti pasif. Padahal berserah adalah kekuatan batin yang melahirkan ketenangan. Orang yang hatinya bersandar kepada Allah tidak mudah panik, tidak mudah putus asa. Ia memahami bahwa setiap masalah adalah ujian keimanan, setiap kehilangan adalah tanda cinta agar kita kembali kepada Allah dengan lebih tulus.
Allah berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
(QS. Ar-Ra’d: 28)
Ketenteraman itu tak bisa dibeli dengan harta atau jabatan. Ia hanya hadir di hati yang yakin bahwa semua ketentuan Allah pasti baik, meski kadang sulit diterima oleh logika. Maka berhentilah merasa harus kuat sendirian. Kekuatan sejati lahir dari ketundukan total kepada Allah, dari doa yang tak henti, dari keyakinan bahwa pertolongan Allah selalu lebih dekat dari urat leher kita.
Ketika engkau merasa tak sanggup lagi, jangan buru-buru menyerah, tapi tundukkan hati, ucapkan doa, dan percayalah: Allah mendengar bahkan desah lirih yang tak sempat terucap. Dalam berserah, kita tidak kehilangan arah, justru menemukan makna hidup yang sesungguhnya bahwa semua langkah, air mata, dan harapan hanyalah perjalanan menuju ridha-Nya yang abadi.
Editor: Bro Tommy
Tulis Komentar