Keterangan Gambar : Foto edit by: Redaksi Perwirasatu.co.id - ACEH UTARA - Pemanggilan wartawan delikkasus86.com oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh menggunakan pasal ITE, terus menuai sorotan. Banyak pihak menilai langkah tersebut tidak sejalan dengan mekanisme penyelesaian sengketa pers, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta MoU Dewan Pers-Polri yang sejak lama menjadi standar penanganan perkara terkait pemberitaan.
Surat pemanggilan bernomor B/1211/XI/RES.2.5/2025/Ditreskrimsus tertanggal 19 November 2025 itu, mendalilkan dugaan penyebaran informasi elektronik menimbulkan keresahan. Padahal, materi yang dipersoalkan adalah produk jurnalistik mengenai dugaan kejanggalan kebakaran di Kantor Afdeling III PTPN Cot Girek berdasarkan informasi awal dari masyarakat.
Sejumlah pemerhati kebijakan publik menilai, bahwa; penggunaan pasal ITE terhadap karya jurnalistik justru memperlihatkan ketidakseimbangan penanganan.
"Persoalan inti terkait laporan masyarakat tentang dugaan intimidasi dan konflik agraria dengan PTPN belum mendapatkan kejelasan, tetapi wartawan sudah lebih dulu dipanggil. Ini tentu mengundang tanda tanya,” kata seorang pengamat hukum pers di Aceh.
Sejumlah warga Cot Girek juga mempertanyakan perbedaan kecepatan penanganan antara laporan mereka dan pemanggilan jurnalis. Situasi ini menimbulkan kesan ketimpangan perhatian dalam penanganan perkara yang bersinggungan dengan salah satu unit usaha BUMN tersebut.
Pihak redaksi DELIKKASUS86.COM telah meminta klarifikasi langsung dari Kapolda Aceh. Dalam jawaban singkat melalui pesan WhatsApp, Kapolda menyampaikan:
“Kami sudah koordinasi dengan Dewan Pers dan sementara belum terdaftar.”
Jawaban ini memunculkan pertanyaan baru, sebab UU Pers tidak pernah mewajibkan perusahaan pers untuk terdaftar atau terverifikasi Dewan Pers.
Yang diwajibkan UU hanya satu hal: perusahaan pers harus berbadan hukum Indonesia (Pasal 9 ayat 2).
Dengan demikian, seluruh perusahaan pers yang berbadan hukum tetap berada dalam koridor perlindungan UU Pers serta berhak menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa di Dewan Pers, terlepas dari status verifikasi.
Sementara itu, penyidik Subdit Siber Ditreskrimsus menjawab konfirmasi wartawan secara singkat:
“Terima kasih bg, mohon agar dikomunikasikan dengan baik bg.”
“Baik… setelah kita mendapatkan keterangan klarifikasinya nanti kita akan berkoordinasi dengan dewanpers bg terkait laporan pengaduan nya” Tambahnya.
Pernyataan penyidik tersebut belum menjelaskan dasar pemilihan pasal ITE ataupun alasan tidak dilakukannya rujukan awal ke Dewan Pers, sehingga sejumlah kalangan mempertanyakan kejelasan prosedurnya.
Seorang pakar hukum pers di Banda Aceh menegaskan bahwa setiap kali persoalan menyangkut isi berita, Polri wajib terlebih dahulu mengutamakan mekanisme Dewan Pers.
“Negara sudah memberi jalur resmi. Ketika jalur itu tidak ditempuh, wajar bila ada pihak yang mempertanyakan apakah prosedurnya sudah sesuai,atau ada faktor lain yang mempengaruhi,” ujarnya.
Redaksi DELIKKASUS86.COM telah melakukan penyuntingan untuk mempertegas bahwa informasi yang dimuat adalah dugaan awal masyarakat dan media masih menunggu klarifikasi resmi dari PTPN Cot Girek.
Hingga berita ini diturunkan, Polda Aceh belum memberikan penjelasan tertulis mengenai dasar penggunaan pasal ITE dan alasan tidak ditempuhnya mekanisme Dewan Pers.
Untuk menghindari berkembangnya spekulasi, publik berharap Polda Aceh memberikan penjelasan terbuka mengenai:
- prioritas penanganan laporan masyarakat Cot Girek,
- dasar pemanggilan jurnalis menggunakan pasal pidana,
- dan koordinasi resmi dengan Dewan Pers.
Transparansi dinilai penting, agar penegakan hukum berjalan objektif dan tidak menimbulkan kesan bahwa pemberitaan lebih cepat ditindak dibanding persoalan inti yang dialami masyarakat.
(Red)
Tulis Komentar